Rabu, 27 November 2013

Yamaha Mio Hybrid Universitas Indonesia, Antara Bakar dan Listrik!



Mio Hemat Energi

Langkah awal menuju motor listrik adalah menuju motor teknologi hybrid. Ini merupakan penggabungan antara teknologi motor bakar konvensional dan teknologi listrik. Perpindahan sistem satu ke sistem lain pakai micro controller.

Didi Widya Utama, S.T., mahasiswa pasca sarjana Fakultas Teknik Mesin Universitas Indonesia saat ini sedang melakukan penelitian motor hybrid yang dicobanya langsung di Yamaha Mio.

Latar belakang membuat motor hybrid untuk penggunaan masyarakat urban. “Masalah yang sering terjadi di wilayah perkotaan yakni kemacetan. Itu adalah sumber utama pemborosan bahan bakar,” kata mahasiswa yang juga dosen Teknik Mesin Universitas Tarumanegara.

“Akibat macet atau diam, energi gerak putar mesin berbahan bensin jadi terbuang,” kata Didi saat ditemui MOTOR Plus di kampus UI Depok, Jawa Barat.

Hybrid bikinan Didi merupakan step berikutnya dari hybrid yang sudah ada sebelumnya. Buatan Didi ini disebut full hybrid, karena daya listrik yang dihasilkan dari momentum gerak motor bakar.

Pada, hybrid sebelumnya, bisa juga disebut hybrid plug in. “Tenaga listrik didapat dari mencolok pada arus listrik. Ini yang membedakan desain yang saya buat,” ulas pria berkulit putih itu.

Tenaga listrik menggerakkan motor ini didapat dari dua sumber. Pertama, regeneratif braking. Sebuah daya listrik dari momentum roda bergerak. “Dua roda di belakang dipasang pada motor penghasil listrik. Prinsip sederhananya seperti dinamo listrik yang ada di sepeda onthel,” papar Didi lebih lanjut.

Sementara sumber listrik kedua berasal dari alternator yang digerakkan oleh mesin Mio. “Lewat puli yang ada di kruk as dipasangkan belt untuk menggerakkan alternator,” katanya.

Lalu, kedua sumber penghasil listrik ini akan disimpan dalam empat aki berkekuatan 12 volt. “Dengan diseri menjadi 48 volt. Hingga akhirnya bisa menghasilkan 35 ampere hour. Arus kecil  mengurangi loss power. Kedua sumber listrik ini bekerja secara integrated.”

Bagaimana jika kondisi lalu lintas macet berkepanjangan hingga daya listrik yang ada akhirnya habis? Apakah bisa mogok karena bekerja di kecepatan 40 km/jam? “Bisa dipastikan tidak. Karena micro controller sudah diprogram untuk bisa mendeteksi kalau level baterai sudah berkurang. Secara otomatis controller akan membaca sensor listrik habis dan menggerakkan motor bakar,” bilangnya.

Micro controller ini semacam otak yang berfungsi menugaskan sistem kerja di motor konvensional dan listrik. Alat ini bisa diprogram sesuai keinginan.

“Kebetulan saat ini saya program dalam kecepatan berkendara di bawah 40 km/jam, akan mengubah daya gerak dari motor bakar ke listrik. Secara otomatis, mesin motor bakar akan berhenti berfungsi dan digantikan listrik. Kecepatan yang diingini tergantung dari maunya kita berapa,” kata Didi.

Didi juga mengakui kalau pembuatan Mio hybrid ini memang masih dalam tahap penyelesaian. Secara konsep, ini bisa diaplikasi oleh masyarakat umum. Karena semua bahan dan komponen sudah tersedia di sini.

Pemerintah Mesti Serius

Dr. Danardono, A.S, DEA, PE, Dosen pembimbing Didi Widya Utama bilang, teknologi hybrid secara konsep sudah lama diciptakan. “Bahkan motor listrik sudah ada sejak seratus tahun lalu. Namun, teknologi ini ditinggalkan seiring perkembangan motor berbahan bakar minyak,” kata dosen biasa dipanggil Doni.

Saat produksi bahan bakar minyak menurun dan ketakutan akan habis, baru orang ngeh dan melirik energi listrik. “Sekarang ini di belahan dunia lain, seperti China mulai giat kembali ke energi yang lebih ramah lingkungan dan tergantikan,” kata Doni yang menamatkan masternya di Perancis.

Kemampuan penciptaan kalangan akademisi di Indonesia, sayangnya  belum banyak melirik. Pemerintah dan kalangan industri masih asyik memproduksi produk mereka hingga berjuta unit. “Pemerintah harus turun. Ini masalah kebijakan. Pemerintah mau berpihak terhadap teknologi ini atau tidak,” urainya.

Dengan teknologi listrik atau hybrid ini, dalam kacamata Doni, tentu akan menggerakkan potensi ekonomi masyarakat. “Bisa saja nanti, akan ada lokasi pengisian bahan bakar listrik yang dikelola masyarakat,” bilangnya.

Karena itu, jika semua pihak yang berkepentingan bisa duduk bersama dengan satu tujuan menciptakan energi alternatif berbiaya murah dan sustainable, Doni yakin tidak sampai 10 tahun Indonesia sudah bisa menerapkan teknologi ini dan ketakutan bahan bakar minyak habis sudah tidak relevan lagi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar