ManiakMotor – Dari pabrikan celah antara piston 
pada dinding silinder atau liner dipatok rata-rata 0,02 - 0,03 mm atau 
2/100 sampai 3/100. Celah ini dihitung tanpa adanya ring piston. Iyalah 
bro, nanti kan ring piston yang akan menampal celah ini. Ya, kalau nggak
 ada celah, piston nggak bakalan turun naik pada linernya. Nggak ada 
ring, kompresi bocor, hehe.
Dahulu kala, kala yang dulu lama sekali, material tiap pabrikan memakai alumunium cair yang dicetak (casting), maka celah pada silinder harus besar, mudah memuai. Beda dengan sekarang yang memauinya kecil, pakai material piston forged dari alumunium padat. “Forged lebih
 kuat. Dinding piston lebih tipis karena kepadatannya tadi, lebih 
singkat gesekkannya dan ringan,” kata Adlan Julizar alias Songa yang 
ngetop di dunia road race sampai grasstrack sebagai tunner mesin balap.
Celah
 pabrik tersebut diubah saat performa mesin lebih tinggi dari pabrik. 
Terutama sih di dunia korek mengorek dan termasuk korek harian, 
“Kualitas piston sekarang sudah oke, celahnya hanya bertambah seidikit 
dari standar,” jelas Tommy Huang, selaku peracik mesin tim Pertamina 
Enduro BRT Nissin yang turun di IndoPrix (IP), Indospeed Race Series 
(IRS) dan Asia Road Racing Championship (ARRC).
Hitungan nyatanya sangat mudah, jika ganti piston alias bore-up
 memakai piston 58 mm, artinya diameter silinder jadi  58,04 mm. “Itu 
angka amannya, bisa dibuat lebih longgar atau malah lebih rapat. Balik 
lagi pada kualitas piston dan peruntukkannya. Korek harian naik 0.01 mm 
sudah cukup dengan konsekuensinya running atau inreyen harus 
panjang. Untuk balap bisa lebih, karena masa inreyen pendek atau 
langsung gas,” kata Kentar Dima, juru korek tim drag bike Anker Sport 
Hariot Lupromas IRC GM.
Mudah kan. 
Tidak ada komentar:
Posting Komentar